Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mencintai dengan Bersikap Moderat

 


 
Mencintai adalah suatu hal yang wajar namun, hal tersebut akan berakibat fatal apabila terlalu berlebihan. Dalam Islam kita diajarkan untuk saling mencintai dan saling menyayangi satu sama lain bahkan kepada non-Islam pun diperintah demikian. Dalam realita yang ada banyak laki-laki yang mencintai perempuan berlebihan hingga, pada akhirnya mereka terjerumus pada kemaksiatan padahal belum sah untuk bersentuhan. Hal demikian yang dilarang oleh syari’at Islam.

Impak yang lain, tatkala seseorang mencintai berlebihan maka, ia akan sangat patah hati ketika seorang yang dicintainya tidak memiliki perasaan yang sama. Bahkan menimbulkan rasa benci pada orang yang awalnya dicintai.

Dalam kitab Tarikh Damaskus, Yahya bin Muadz al-Razi menyatakan:

يحيى بن معاذ الرازي يقول حقيقة المودة هي التي لا تزيد بالبر ولا تنقص بالجفاء

Yahya bin Muadz al-Razi berkata:

“Esensi cinta yang sebenarnya adalah ketika cintamu tidak lagi bertambah ketika ia berbuat baik, dan tidak akan berkurang ketika ia membuatmu merasakan pahit”

Jika dipahami secara intensif maka, akan memberikan kesimpulan pada kita bahwa dalam mencintai kita tidak boleh berlebihan. Seorang pemuda misalnya, jika kita melihat pada realita yang ada maka ia biasanya selalu mengejar orang yang dicintainya. Hal tersebut boleh dengan catatan tidak boleh melanggar koridor Syar’i misal bersentuhan sebab secara agama Islam mereka masih belum sah menjadi suami-istri.
 
Demikian pula hal-hal yang menjadikannya terjerumus dalam kemaksiatan maka hal tersebut dilarang. Walaupun hanya melakukan hal sepele misal melakukan khalwat atau berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi memang bukan dikatakan zina dan juga tidak merusak keturunan. Juga tidak mesti khalwat itu berakhir dengan perbuatan zina. Jika diangan-angan, walaupun demikian mudahnya maka, khalwat itu dilarang dengan tujuan menutup pintu terhadap pelanggaran yang tingkatannya daruri.

Demikian pula pernyataan “Tidak akan berkurang ketika ia membuatmu merasakan pahit”. Pernyataan ini mengajarkan kita bahwa “cinta itu tidak harus memiliki” sehingga, ketika kita mencintai seseorang dan seseorang yang kita cintai tidak memiliki perasaan yang sama maka, sehasrusnya hal itu tidak membuat kita lemah atau bisa dikatakan patah hati yang kemudian membuat kita depresi.

Sebenarnya, penjelasan tersebut telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 143.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kamu” (Q.S al-Baqarah [2]: 143)

Syaikh Ali al-Sabuni mengutip pendapatnya Imam al-Thabari, maksud dari kata “Wasath” pada ayat di atas adalah pilihan dan ada juga yang mengartikan dengan “adil”. Adapun pada dasarnya kata “Wasath” adalah segala sesuatu yang baik sesuai objeknya. Orang bijak menyatakan “sebaik-baiknya segala sesuatu adalah yang di pertengahan sementara bersikap paling tinggi atau paling rendah adalah sesuatu yang tercela”. Dengan kata lain, yang baik berada pada posisi antara dua ekstrem
 
Misal “keberanian” adalah pertengahan antara sifat ceroboh dan takut, “Kedermawanan” adalah pertengahan antara sifat boros dan kikir.
 
Oleh karena itu, dalam mencintai hendaknya kita bersikap moderat yakni tidak berlebihan agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan dan juga tidak membuat kita galau, patah hati, depresi dan sebagainya tatkala orang yang kita cintai tidak memiliki perasaan yang sama sebab level tertinggi dalam mencintai adalah saling mengiklaskan. Untuk itu, cintailah sekadarnya, tidak berlebihan dan juga tidak terlalu mengabaikan dengan catatan tidak melakukan kemaksiatan.

Post a Comment for "Mencintai dengan Bersikap Moderat"